The White Noise


19:00
Art Summit V 2007

International Festival on Contemporary Performing Arts

The White Noise
A-Soon Dance Company
(Korea)
30 November 2007
Rp. 40.000 dan Rp.150.000

Graha Bakti Budaya
Taman Ismail Marzuki

Pementasan karya tari ini bercerita tentang kehidupan masyarakat dalam penindasan, yang diwujudkan dalam sebuah pertunjukan penuh humor dan improvisasi yang penuh keindahan. Didukung oleh musik yang dihasilkan dari berbagai bunyi-bunyian namun tetap terpadu apik menjadi suatu aransemen musik kelas tinggi.

Karya ini merupakan kritik terhadap masyarakat masa kini yang sudah tidak peka terhadap kekerasan dan suara rakyat biasa. Kreasi multimedia berpadu dengan keahlian luar biasa para penari di atas panggung skala besar akan mempesona setiap mata yang menyaksikannya. Persembahan A-Soon Dance Company ini menjadi nomor final dari festival Art Summit Indonesia 5.

Read More...

Betawi Banget



Plaza dan Teater Halaman
Taman Ismail Marzuki

15.00 Bazaar kuliner klasik & Modern dan Betawi
16.00 Permainan anak & anak betawi (Tokadal, Galasin, Dampu, Bentengan, Gebokan, Teklek, Kuda Bisik)
18.00 Keroncong Betawi
19.30 Gambang Rancak
21.30 Topeng Blantek
22.30 Shahibul Hikayat

Read More...

El Hanager

20:00
Art Summit V 2007

International Festival on Contemporary Performing Arts

El Hanager
Mohammad Abou El Soud
(Egypt)
134-15 November 2007

Gedung Kesenian Jakarta
Jl. Gedung Kesenian No. 1 Pasar Baru
Jakarta 10710
T 380 8283
F 381 0924
tu@gkj-online.com

Teater El Hanager dari Mesir
Menyuarakan Antiperang lewat Panggung Teater

JAKARTA – Ada perlawanan antara tradisi dan nilai baru pada masyarakat modern. Itu juga yang terjadi dalam masyarakat Mesir. Narasi inilah yang ingin diangkat Teater El Hanager pada naskahnya yang berjudul Aqnea Aqmesha wa Massaer (Topeng, Baju dan Nasib) karya seniman Irak yang tinggal di Uni Emirat Arab, Kassem Muhammad.

Kassem dalam narasinya mengangkat Irak pada masa lampau yang terlibat dalam perang dua kali berturut-turut sehingga mengakibatkan kerusakan dan pembunuhan yang memakan korban jiwa juga teror. Oleh sutradaranya, Hany El-Metennawy, cerita ini memang dikembangkan menjadi kisah yang mengutuk nafsu untuk berkuasa dan saling membunuh, sebuah godaan manusia sejak awal diciptakan.
Perdamaian dipertanyakan dan itu meruncing baik dalam monolog puitik (mulai dari karya penyair misalnya T.S. Eliot - Inggris, Rabindranath Tagore - India, Abou Hayan al Tawheedy – Iraq), atau berupa dialog antarpemainnya.

Dalam pertunjukan ini ditampilkan juga figur orang muda dengan latar perang. Dengan memunculkan sosok dewi di panggung kanan atas atau pun di latar panggung, yang tiba-tiba muncul dari sorotan cahaya, memperingatkan orang soal nasib yang harus diterima mereka karena keserakahan dan kelemahan manusia. Momen ini diisi penuh dengan sorotan cahaya lampu yang khas, menghasilkan bloking panggung dengan dunia imajiner berupa penataan perangkat panggung yang menarik.

Panggung memainkan sisi gelap terang selain terpaan warna. Saat lampu menyorot sudut-sudut tertentu, sudut lainnya tetap dapat terlihat. Saat kru panggung mempersiapkan adegan lain—bahkan ada adegan mengangkat perangkat panggung atau sorotan lampu pada layar untuk mendapatkan efek siluet pemain yang dimunculkan, penonton juga masih bisa melihatnya. Lampu menyorot secara bergantian antara pemusik Abu Bakr El-Sherif yang memainkan drum di sebuah adegan pertempuran yang dilakukan oleh ikon-ikon catur. Pemusik jadi hadir sebagai ”aktor” di panggung.

Ada simbolik perempuan yang bermain dengan burung-burung, ada peperangan antar-”kepala ikon catur”, ada yang terjaring jerami, ada yang ditahan dalam kotak jeruji, dan ada aktor yang bermonolog, setelah kemunculan Teiresias, seorang ahli ramal tertua (yang ada dalam mitologi Oedipus), tentang guratan manusia. Semua adalah kesedihan dan teriakan, sebab tak ada lagi cinta atau pun keluguan. Maka, sebuah pasangan pun terpisahkan, semua tempat telah berubah menjadi kuburan bagi yang mendambakan perdamaian.

Perang dan Damai
Teater El-Hanager, yang diisi oleh banyak aktor muda, merupakan salah satu agenda pertunjukan Art Summit. Hal ini ditampilkan secara abstrak dengan memperlihatkan sosok lelaki dan perempuan muda modern berkostum, sementara ”masyarakat klasik” yang dihadirkan sebagai representasi dongeng dengan kostum ”kepala binatang” tadi.
Para pemain masa klasik, dimunculkan dengan kepala binatang gajah, kuda dan lain-lain dengan warna yang menyolok antara lain hijau, merah dan biru. Sutradaranya, mengatakan bahwa figur ”fabel” ini diambil dari simbol tentang catur, yang menunjukkan bentuk kekuasan kerajaan di masa lampau.

Sekalipun bisa dilihat sebagai durasi warna, warna dasar pada kepala binatang pada aktor ini memang sangat kontras apalagi bila dibandingkan dengan pementasan teaternya yang cenderung menampilkan warna setting yang hitam dan putih.

Bagaimanapun, inilah maksud dari simbol ini. Dunia merupakan saluran tak berakhir, bak penjara dan kuburan besar. Ada permainan catur yang mematikan berupa medan perang yang dashyat oleh makhluk yang gemar berperang di mana manusia menjadi setengah binatang.
Dengan bahasa Mesir, pementasan ini memang menyulitkan interpretasi para penonton untuk mengerti dialognya secara lebih gamblang, apalagi ada dialog perang, dialog tentang perdamaian, monolog puitik, hingga perbenturan kultural antarkekinian dengan perang yang telah ditimbulkan oleh ”dunia lampau”.

Dengan sorotan lampu yang khas (tata cahaya oleh Abu Bakr El-Sherif), dan perangkat panggung tadi, masih ditambah dengan musik yang mengiring percakapan yang meninggi dan suasana adegan peperangan, terlihat auranya bagi penonton.

Namun, di luar bahasa yang tak bisa diterjemahkan, gerak dan ekspresi pemain memang tak bisa dimaksimalkan karena pembatasan atribut para pemain yang sangat berlebihan. Selain gerak para binatang yang lebih pada lenggokan – di tengah perangkat panggung baik berupa penjara, level-level dan ”panggung di atas panggung”, para pemain yang bermonolog kerap tak mengeksplorasinya secara maksimal untuk melampaui persoalan bahasa yang jelas tak bisa ditangkap oleh penonton.

Sekali pun demikian, di luar pengaktingan dan eksplorasi perdamaian, cara penuangan naskah dan plot pembabakan dalam narasi ini sangat dieksplorasi menjadi urutan yang kreatif dan mudah dimengerti. Apalagi tema fabel akibat topeng binatang itu menjadi cair dan mengurangi simbolik – hal yang berbeda ketika para tokoh menggunakan topeng kertas berupa wajah.
(Sinar Harapan/sihar ramses simatupang)

Read More...

Butet Kertarajasa

20:00
Art Summit V 2007

International Festival on Contemporary Performing Arts

Butet Kertarajasa (Indonesia)
13-14 November 2007

Graha Bhakti Budaya
Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya 73, Jakarta 10330
T 337-325, 334-740, 315-4087
F 334-720
www.tamanismailmarzuki.com


Butet Kertarajasa
Butet Kertaradjasa lahir di Yogyakarta, 21 November 1961. Ia adalah seorang aktor teater kawakan yang mengaku dibesarkan oleh pangung teater dan kerap menampilkan pentas monolog, yaitu sebuah penampilan tunggal diatas pangung dengan membawakan beberapa karakter seorang diri.

Butet sendiri adalah anak dari Bagong Kussudiardja (Alm), seorang koreografer dan pelukis Yogyakarta. Dan juga kakak dari seniman Djaduk Ferianto, yang mengeluti musik etnik.

Kepiawaian dan 'keberaniannya' menirukan suara mantan Presiden Sueharto dalam pementasan teternya, membuat Butet menjadi icon perlawanan lewat pangung seni. Pementasan-pementasan yang dibawakannya pun banyak bersentuhan dengan kritik dan kekuasaan. Di antaranya, Racun Tembakau, Lidah Pingsan, Benggol Maling, Raja Rimba Jadi Pawang, Iblis Nganggur, Mayat Terhormat, Guru Ngambeg, Republik Togog dan tebaru, Matinya Tukang Kritik.

Kini, selain masih tetap eksis di pangung teater, Butet tampil rutin memerankan karakter (raja) SBY (Si Butet Yogja) dalam Republik Mimpi di Metro TV. SBY yang diperankannya adalah pameo dari presiden RI, SBY. [from www.kapanlagi.com]

Read More...

Argentine National Music Council

20:00
Art Summit V 2007

International Festival on Contemporary Performing Arts

Argentine National Music Council Orchestra of Indigenous Instruments and New Technology (Argentina)
13-14 November 2007

Teater Luwes
Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya 73, Jakarta 10330
T 337-325, 334-740, 315-4087
F 334-720
www.tamanismailmarzuki.com

Ditengah minimnya penyelenggaraan festival seni kontemporer di negeri ini, festival Art Summit Indonesia kembali digelar selama sebulan penuh. Festival 3 tahunan yang telah menapaki tahun ke-5 ini berlangsung tanggal 1 s/d 30 Nopember 2007 di kompleks TIM, Gedung Kesenian Jakarta dan Goethe Institut. Festival ini dipersembahkan untuk rakyat Indonesia khususnya generasi muda agar dapat mengenal dan lebih dekat dengan seni pertunjukkan kontemporer.

Read More...

Chamber Music Series

19:30 - 21:30
Rp. 20.000 & Rp. 55.000

Jean-Paul Minali-Bella, Arpegina
Dana Ciocarlié, Piano

Erasmus Huis
Jl. HR Rasuna Said kv.S-3, Kuningan, Jakarta 12950
T 524-1081 F 525-0379
erastaal@erastaal.or.id
www.mfa.nl

J.S. Bach - Sonata No.3 for Arpegina & Piano
J.R. Guedon - Spaciba for solo Arpegina
Robert Schumann - Fantasiestucke Op 73 for Arpegina & Piano
Alexander Glazunov - Elegie for Arpegina & Piano
Astor Piazzolla - Gran’ Tango for Arpegina & Piano

Informasi & reservasi:
Yayasan Musik International, 750 3729 & 7590 5639
Jakarta Conservatory of Music, 021 - 769 0470
www.chambermusic.or.id
Foto: ResMusica.com

Read More...

Gala Concert - ASEAN International Concerto Competition

ASEAN International Concerto Competition
10 November 2007

Six finalists from Category 13-18 years old
Session I: 14:00-15:30,
Session II: 16:30-18:00

Award Winning Gala Concert
19:30

Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail
Jl. H.R. Rasuna Said Kav C. 22, Jakarta 12940
T 526-5493 F 527-1562
erza.s@usmarismailhall.com
www.usmarismailhall.com

From Nov. 1-10 2007, an important and the only truly international competition of classical music in Indonesia --- The Second ASEAN International Concerto Competition will take place. A biennial event, AICC was established in order to identify and encourage outstanding young musicians from the ASEAN region, and to assist in the development of their careers by providing them with suitable performing opportunities.

Two age categories: A; under 13 years old, and B; 13 to 18 years old will compete under a panel of distinguished jury from USA, Macedonia Japan, Korea, and chaired by its Artistic and Music Director Dr. Kuei Pin Yeo.

All contestants are to compete in 3 stages:
The Preliminary stage, consists of three pieces from 3 genres: Polyphonic, Etude and Classical Sonata,
The Semi-Final Stage, a work of romantic era and the first movement of Concerto performed with a second piano,
and the Final Stage a complete Concerto is performed with The National Symphony Orchestra of Indonesia, under the baton of its residence conductor Mr. Jap Tji Kien.

Sekolah Musik Jakarta, T 629-9535, F 628-1784, ymj83@attglobal.net.

Read More...

The Arts Fission Company

20:00
Art Summit V 2007

International Festival on Contemporary Performing Arts

The Arts Fission Company
Angela Liong
(Singapura)
9-10 November 2007

Teater Kecil
Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya 73, Jakarta 10330
T 337-325, 334-740, 315-4087
F 334-720
www.tamanismailmarzuki.com


Angela Liong
Angela has created most of the company’s repertories and shaped the distinctive dance profile of Arts Fission since the company’s inception.
She often draws inspiration from literary classics and cultural sources for her dance works (the company’s 1995 inaugural multi-media performance A GRAIN OF RICE is based on a chapter from the Mahabharata).
She likes to borrow forms and methodology from other disciplines to experiment with the craft of dance-making. She shapes dance imagery and movement dynamics into unique choreographic structures that engage with human expressions.

Referred by the Arts Magazine (issue Mar-Apr 1999) as “Singapore’s shaman of dance,” Angela has created many performances for unconventional public spaces in order to solicit place memory from the urban public through dance experience. A significant body of her dance works deal with human sensibility in the fast changing social landscape of the new urban centers in Southeast Asia.

Angela is one of the pioneers who contributed significantly to professional dance development in Singapore. She set up the first dance diploma program at the Nanyang Academy of Fine Arts in 1989, and implemented, in 1998, the first Singapore dance degree program (BA) at LASALLE-SIA College of The Arts while she was the dean of School of the Performing Arts (1996-1999).
Graduates from her professional programmes are either dancing professionally, set up their own dance companies, or went on to do further dance study abroad. She has helped to nurture a whole generation of dance professionals who are making significant contribution to the development of dance in Singapore.

Angela has served as arts education consultant and arts resource panelist in the National Arts Council and other government arts education and cultural related committees in Singapore since 1984. [from www.artsfission.org]

Read More...

Hamlet

7-9 November 2007
Rp. 40.000, Rp. 25.000

Graha Bakti Budaya
Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya 73, Jakarta 10330
T 337-325, 334-740, 315-4087
F 334-720
www.tamanismailmarzuki.com


Teater Aristokrat
Hamlet
Karya : William Shakespeare
Terjemahan : WS. Rendra
Sutradara : Ucok R. Siregar

Pemain :
Ayez Kassar, Robinsar H. Simanjuntak, Keke Harun, Epy Koesnandar, Bowo GP, Nova Eliza, Didi Petet, Ari Kusuma, Nita Rosita, Didith, Fajrin, Meo, C. Gatot, Yayu AW Unru, Zihad, Hestu Wreda, Sinyo Rudi, Aditya Tobing, Luddy Saputro, Haris Gepeng, Mok Mok dll

Read More...

Konser Gitar Benny Tanto cs.

19:30 - 21:30
Rp. 30.000
T 568-8086, 0812 9165-239, 0815 827-1003, 0811 938-290

Erasmus Huis
Jl. HR Rasuna Said kv.S-3, Kuningan, Jakarta 12950
T 524-1081 F 525-0379
erastaal@erastaal.or.id
www.mfa.nl

Konser Gitar Benny M. Tanto, Toto Dimas Gitano, Arnand, Ferry, Yoga, Kurniawan dan Putri Sastra
Menampilkan karya Luccia, Albenis dan karya-karya sendiri

Read More...

ASEAN International Concerto Competition

Six finalists from Category under 13 years old
8 November 2007
Session I: 17:00-18:30
Session II: 19:30-21:00

Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail
Jl. H.R. Rasuna Said Kav C. 22, Jakarta 12940
T 526-5493 F 527-1562
erza.s@usmarismailhall.com
www.usmarismailhall.com

From Nov. 1-10 2007, an important and the only truly international competition of classical music in Indonesia --- The Second ASEAN International Concerto Competition will take place. A biennial event, AICC was established in order to identify and encourage outstanding young musicians from the ASEAN region, and to assist in the development of their careers by providing them with suitable performing opportunities.

Two age categories: A; under 13 years old, and B; 13 to 18 years old will compete under a panel of distinguished jury from USA, Macedonia Japan, Korea, and chaired by its Artistic and Music Director Dr. Kuei Pin Yeo.
All contestants are to compete in 3 stages:
The Preliminary stage, consists of three pieces from 3 genres: Polyphonic, Etude and Classical Sonata,
The Semi-Final Stage, a work of romantic era and the first movement of Concerto performed with a second piano,
and the Final Stage a complete Concerto is performed with The National Symphony Orchestra of Indonesia, under the baton of its residence conductor Mr. Jap Tji Kien.

Sekolah Musik Jakarta, T 629-9535, F 628-1784, ymj83@attglobal.net.

Read More...

Ensemble Omega & Bernd Asmus

20:00
Art Summit V 2007

International Festival on Contemporary Performing Arts

Ensemble Omega & Bernd Asmus (Jerman)
7-8 November 2007

Goethe Institute
Jl. Sam Ratulangi No 9-15, Menteng Jakarta Pusat
T 2355-0208 F 2355-0201
goethebi@rad.net.id

Bernd Asmus — List of works

denyut melar (2006)
For gendang (2 performers), Duration ca. 6 min

gending lembut, gending hanyat (2002)
2 Compositions for javanese Gamelan balungan, saron, bonang, kenong, kempul/gong
World Premiere: 12.10.2002, Taman Budaya, Medan, Indonesia, Universitas Negeri Medan

malang mujur (1995/97)
For Piano and Live-Electronic
World Premiere: 20.5.2000, Freiburg

Malaiische Liebeslieder (1986)
For Mezzosopran, Flute, Clarinette
World Premiere: Graz 1986
Performed by Christina Ascher, Mezzosopran; Ensemble Kreativ (Klagenfurt)

The Suburbs of Secret (2006)
For piano solo, duration: ca. 11 min
World Premiere 5.11.2006 in Universität Heidelberg, Katharina Olivia Brand (Klavier)

It Just (2006)
For 3 voices, Duration ca 4 min

se sont penchés dessus... (2005)
For 3 Tänzer, Altflöte, Violine und Live-Elektronik (Turntables), Duration: 23 min
World Premiere: Ensemble Omega (Karlsruhe) und tHEL danse compagnie (Paris), ZKM Karlsruhe, Januar 2005

Etude (2004)
For viola solo, Duration: 2-3 min

on the run (2004)
For Organ, Duration: ca. 7 min
World Premiere: Musikhochschule Stuttgart, April 2004, Jürgen Essl (Orgel)

how many parts (2003)
For Altflöte und Bratsche, Duration ca. 8 min
World Premiere: UA im Rahmen des gleichnamigen Tanztheaterprojekts der tHEL danse compagnie im IRCAM (Paris), Mai 2003

FORCE OF CIRCUMSTANCE (2002)
For Horn, Posaune, Tuba, Bratsche, Cello, Kontrabaß und Harfe, Duration: ca. 9 min
World Premiere: 9. Inselfestivals der Stiftung Hombroich 10.5.2002

Madrigal (2001)
nach einem Text von Elisabeth F. For 5 Solostimmen, Duration ca. 7 min
World Premiere: 14.9.2001 in Heidelberg

Vertiefung (2001)
For Bassklarinette, Kontrabass und Donnerblech, Duration ca. 13 min
World Premiere: Auftrag des ensemble Aventure (Freiburg), 16.3.2001 Freiburg

seats re caned any size considered ring (2001)
For: Piccoloflöte solo, Duration: ca. 5 min
World Premiere: Paris 17.-19.5.2001, tHEL danse compagnie (Paris) unter Leitung ihres Choreographen Gabriel Hernandez

The Kirghiz Light (1999)
For: Flöte, Oboe, Klarinette, Trompete, Posaune, Violine, Viola, Violoncello, Kontrabaß, Klavier und Schlagzeug (1 Spieler), Duration: ca. 20 min
World Premiere: Auftrag des Ensemble SurPlus (Freiburg) Tage für Neue Musik 1999
Interpreten: Ensemble SurPlus, Leitung: James Avery

Zeitbrunnen (1998)
For: Flöte, Klarinette (in B), Violine, Viola, Violoncello und Klavier, Duration: ca. 15 min
World Premiere: Auftrag des Ensemble Linéa (Strasbourg) Nov.1998, Perpignan
Interpreten: Ensemble Linéa, Leitung: Jean-Philippe Wurtz

Gewölk (1996)
For: Flöte, Klarinette (in B), Fagott, Violine, Viola, Violincello und Klavier, Auftrag des Ensemble Erwartung (Paris), Duration: ca. 15 min
World Premiere: Théatre Molière/Maison de la Poésie, Paris, Oktober 1996
Interpreten: Ensemble Erwartung, Leitung: Bernard Desgraupes

far beyond (1997)
For: Altstimme und Altflöte, Duration: ca. 8 min.
World Premiere: 24.3.1997, Leipzig
Interpreten: Christina Ascher, Alt - Irmela Bossler, Altflöte

Klang unter (1997)
For: Sopran, Klarinette, Violoncello und Schlagzeug, Duration: ca. 10,5 m
World Premiere: 20.4.1997, Aachen

Tanzmusik II (1992)
For: Schlagzeug solo, Duration: ca.10 min.
World Premiere: Auftrag des Landes Baden-Württemberg 7.11.1992, Freiburg
Interpret: Isao Nakamura, Schlagzeug

Quintett (1992)
For: Singende Säge, Klarinette (in A), Violine, Viola und Violoncello, Duration: ca. 13 min
World Premiere: Freiburg and Mannheim 9.10.1992
Interpreten: ensemble recherche; Annemarie Ruppert, Singende Säge

Tanzmusik I (1991)
For: Biwa, Sho und Schlagzeug (1 Spieler), Duration: ca. 17 min
World Premiere: 24.5.1991 Sogetsu Hall, Tokyo
Interpreten: Miyata, Sho - Tanaka, Biwa, - Yamaguchi, Schlagzeug

Drei Duos (1990)
For: Violine und Violoncello, Duration: ca. 12 min
World Premiere: Auftrag der Galerie TOM, Tokyo
Interpreten: Johannes Scholl, Violine; Michael Bach, Violoncello

per sempre (1989)
nach einem Gedicht von Giuseppe Ungaretti
For: sieben Solostimmen, Duration: ca. 3 min
World Premiere: 29.6.1989, Musikhochschule Freiburg
Interpreten: Studentenensemble, Leitung: Bernd Asmus

KNELL (1988)
For: Klavier solo, Duration: ca. 11 min
World Premiere: im Rahmen der Darmstädter Ferienkurse 1988
Interpret: James Clapperton
1.Preis im Kompositionswettbewerb Guéret 1993

Conga-Trio (1987)
For: 3 Schlagzeuger und 6 (9) Congas, Duration: ca 12-18 min
World Premiere: Interpreten: Isao Nakamura, Gregory Riffel, Matthias Rueff

Drei Lieder (1987)
Nach Gedichten von Werner Dürrson
For: Mezzosopran und Gitarre, Duration: 45 sek - 2
World Premiere: Interpreten: Christina Ascher, Mezzosopran, und Gunther Schneider, Gitarre

[from www.berndasmus.de]

Read More...

Diez y Diez Danza

20:00
Art Summit V 2007

International Festival on Contemporary Performing Arts

Diez y Diez Danza
Monica Runde
(Spanyol)
6-7 November 2007

Gedung Kesenian Jakarta
Jl. Gedung Kesenian No. 1 Pasar Baru
Jakarta 10710
T 380 8283
F 381 0924
tu@gkj-online.com

Mónica Runde

Awards
2004. NATIONAL DANCE AWARD 2004, Best Choreography. COSTA RICA
2000. NATIONAL DANCE AWARD 2000, Creative Work. SPAIN
2000. UP Awards, Special Prize for Her Artistic Career
2000. Finalist MAX Awards, Best Dance Production
1996. Finalist for Best Choreographic Production of the Year, Association of Stage Directors ADE Awards
1993. 2nd Prize Ricard Moragas, Catalonian Governement
1991. Best Choreographic Production of the Year, ADE Awards

Teaching
Currently teaches Contemporary Dance at the Cristina Rota Dramatic Arts School (Centro de Nuevos Creadores).
She has taught at the following dance schools: Conchita Huarte (Madrid), Pinneaple (London), María de Avila (Madrid), Carmen Senra (Madrid), Choreographic Center LA VENTILLA and Dance Factory (Madrid) .
Intensive workshops at the following schools and Universities: American Dance Festival (USA), ITI Congress (U.N.E.S.C.O.) in Munich, Guipuzcoan Council, Bilbao Council, Extremadura Council, Professional Dancers Association of Madrid, Cuarta Pared Theater, Carmen Roche School, Provisional Danza Company, Costa Rica National Dance Company, and others.

other Activities
- President of the Asociación Cultural por la Danza, Spain 2003 - 2005
- Executive member of the Asociación de Profesionales de la Danza, Comunidad de Madrid 1999 - 2003
- Comissary of the exhibition “Danzar la Vida”, Comunidad de Madrid
- Director of the magazine POR LA DANZA. 2003 - 2005
- Collaborates in the elaboration of the Curricular Project in Contemporary Dance for the Professional Conservatory of Madrid
- Artistic Director of TRASDANZA, Comunidad de Madrid. 2002
- Service Guide for Dance, Publisher chapter on production
- Speaker in the Dance Arts Management Seminar, Universidad Complutense. Madrid
- Speaker in Arts Management Seminar, Ministry of Culture
- Executive Producer 10 & 10 danza since 1989
- Graphic Designer at Chien Web Design
[text & picture: www.10y10danza.com]

Read More...

Wayang Listrik

20:00
Art Summit V 2007

International Festival on Contemporary Performing Arts

Wayang Listrik
I Made Sidia
(Indonesia)
1-2 November 2007

Graha Bakti Budaya
Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya 73, Jakarta 10330
T 337-325, 334-740, 315-4087
F 334-720
www.tamanismailmarzuki.com


I Made Sidia
Born in the village of Bona, in Gianyar district of Bali, Sidia is one of Bali's new generation of performers. Like his father, I Made Sija, Sidia is an accomplished dalang/puppeteer, topeng (masked) dancer, musician and choreographer.
He began his training at the age of ten with his father and as a young adult he continued his studies at the High School of Performing Arts (SMKI) in Batubulan. He then studied at the National Arts Institute in Denpasar (STSI), where he is now on the faculty.
He has toured extensively throughout Indonesia, Asia, Europe and the United States. His new work has been presented at the Bali Arts Festival, and he recently collaborated with American artists Kent Deveroux and Jarod Powell on a multi-media performance titled 'Visible Religion' which was performed in Seattle, Minneapolis and Chicago. [from UCLA Center for Intercultural Performance]

Read More...

La Cellula

Art Summit V 2007
International Festival on Contemporary Performing Arts

La Cellula (Perancis)
1 November 2007

Graha Bakti Budaya
Taman Ismail Marzuki
Jl. Cikini Raya 73, Jakarta 10330
T 337-325, 334-740, 315-4087
F 334-720
www.tamanismailmarzuki.com


Di tengah minimnya penyelenggaraan festival seni kontemporer di negeri ini, festival Art Summit Indonesia kembali digelar selama sebulan penuh. Festival 3 tahunan yang telah menapaki tahun ke-5 ini berlangsung tanggal 1 s/d 30 Nopember 2007 di kompleks TIM, Gedung Kesenian Jakarta dan Goethe Institut. Festival ini dipersembahkan untuk rakyat Indonesia khususnya generasi muda agar dapat mengenal dan lebih dekat dengan seni pertunjukkan kontemporer.

Arts Summit adalah festival tiga tahunan yang diawali pada tahun 1995, lahir dari kesadaran bahwa semakin banyak manusia di dunia ini yang mau tidak mau tercemplung di dalam suatu situasi multikultural.
Sejalan dengan kecenderungan itu, penciptaan seni, khususnya seni kontemporer juga menjadi semakin melintas batas.
Dalam perkembangan seni pertunjukkan kontemporer akhir-kahir ini, arah perjalanan eksplorasi tidak hanya berangkat dari barat, melainkan sebaliknya, para koreografer, komponis serta sutradara teater, bergerak dari titik tolak sumbernya yang ada di dunia timur. Bahkan terdapat minat yang besar untuk melakukan kolaborasi antara seniman dari berbagai latar budaya.

Jakarta Post, Monday, October 29, 2007

Jakarta to host contemporary arts festival

The Jakarta Post, Jakarta — Art lovers in Jakarta will be delighted to hear that the city plans to hold a contemporary arts festival for the entire month of November.

"The festival will feature the best and 14 perfroming artists from 11 countries, including Indonesia," said Putu Wijaya, the event organizing committee head for Art Summit Indonesia V 2007 on Friday.
Putu said the committee had chosen the artists based on their quality, background and work.
Some of the artists, such as dancers Diez y Diez Danza from Spain and Angela Liong from Singapore will premier work in the festival; while Dorky Park from Germany will have its debut in Asia.

ASI V 2007 will be held at Taman Ismail Marzuki (TIM) in Cikini, Jakarta Playhouse in Pasar Baru and Goethe Institut in Menteng, all in Central Jakarta.
Three Indonesian artists performing in the festival are Made Sidia with his Wayang Listrik (Electric Wayang), monologist Butet Kertarejasa and Jecko Siompo, a dancer.
However, unlike previous years, Putu said there would not be any visual arts in this festival.
"We have to compromise due to the lack of funding," he said.

The first ASI, which featured dance and music, was held in 1995 under the initiative of Edi Sedyawati, the then-director general of culture at the Education and Culture Ministry.
The second ASI was held during the reform year in 1998, and was almost canceled by the organizer because the team thought it was inappropriate to hold a festival at the time.
"However, on second thought, we realized that people needed art to feed their soul, therefore we held the summit," he said.

The ASI is held every three years. The first ASI involved 15 groups from nine countries; the second one was followed by 15 groups from eight countries, featuring performing arts, such as dance, music and theater; the third ASI in 2001, which had the same concept as the second one, was followed by 17 groups from 10 countries; and the fourth ASI in 2004 was followed by 15 performing artists from 10 countries and 25 visual artists from six countries.

Playwright Ratna Riantiarno, who is also on the organizing committee, said she was happy the city could hold the festival.
"It's amazing how performing artists from overseas eagerly want to participate in this festival.
"However, I feel sad, though, because it's not easy to get sponsorship from local partners," she said.

Kompas Senin, 22 Oktober 2007

Seni untuk Perenungan
Seni Pertunjukan Tanpa Sekat

Jakarta, Kompas - Seni kontemporer boleh jadi peminatnya tidak sebanyak seni populer dan hanya diapresiasi kalangan terbatas. Namun, di dalam seni kontemporer sebenarnya ada banyak perenungan dan pencarian sehingga menjadi sangat penting.

"Kegiatan Art Summit merupakan kegiatan prestisius, sebuah jendela diplomasi publik buat Indonesia di mata mancanegara. Ada kemungkinan di dalam negeri peminatnya sulit berkembang sebagaimana hakikat seni kontemporer. Namun, faktanya, Art Summit kini sudah mulai dikenal secara luas, antara lain melalui website. Itu sebuah hasil yang sangat positif," ujar sastrawan dan sutradara Putu Wijaya yang menjadi Ketua Tim Artistik Art Summit Ke-5, Sabtu (20/10).

Festival internasional seni pertunjukan kontemporer Art Summit Ke-5 Tahun 2007 berlangsung pada 1-30 November 2007 di Taman Ismail Marzuki, Gedung Kesenian Jakarta, dan Goethe- Institut.
Seni kontemporer yang difestivalkan merupakan hasil pencarian, perenungan, dan kontemplasi yang mencoba menembus jalan ke depan untuk kebahagiaan dan peningkatan peradaban manusia.

Tanpa sekat

Panitia, menurut Putu, mengarahkan kembali Art Summit secara lebih tajam pada seni pertunjukan dan kali ini tidak akan ada sekat-sekat, misal seni tari, teater, dan musik, tapi membebaskannya. "Kami melihat pada kekinian dan kepada yang terbaik saja sambil masih mempertahankan pada penciptaan," ujar Putu.

Tim artistik yang bertugas sebagai kurator terdiri dari Putu Wijaya, Sri Hastanto, Boy G Sakti, Julianti Parani, N Riantiarno, dan Otto Sidharta.
"Dari berbagai keterangan dan contoh karya dalam CD, tim artistik memutuskan mana yang dianggap layak untuk ikut serta. Bahan-bahan itu kami simak bergiliran dan tak jarang kami tonton bersama di dalam rapat. Keputusan selalu melalui perundingan," ujarnya.

Keistimewaan tahun ini, Diez Y Diez Dansa dari Spanyol dan Angelina Leong dari Singapura akan menyajikan karya world premiere, yaitu karya yang belum pernah mereka pentaskan di mana pun sebelumnya. Sesuai tema, To Join The Diversity, panitia mengundang siapa saja untuk mengapresiasi. Dari Indonesia, Wayang Listrik akan memainkan teater wayang dan Butet Kartaredjasa mempersembahkan teater monolog Sarimin.

Peserta dari luar negeri di antaranya, Ensemble Omega and Bernd Asmus (musik, Jerman), El Hanager (teater, Mesir), Astad Deboo and Manipuri Dance Troope (tari, India), New Zealand Trio and Jack Body (tari, Selandia Baru), Dorky Park and Constanza Macras (tari, Jerman), dan A Soon Dance Company (tari, Korea)

Sejumlah grup yang telah terdaftar terpaksa dibatalkan karena permintaan dana ada yang akhirnya dibatalkan karena permintaan dana yang terlalu besar. Pihak panitia membantu penampil luar negeri dengan dana 1.000- 2.000 dollar AS plus akomodasi di Jakarta. (INE)

Read More...

Your Ad Here